BERANDA
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mencatat bahwa harga air di Jakarta merupakan salah satu harga termahal di dunia. Warga Jakarta terpaksa membeli air dengan harga Rp 37 ribu - Rp 85 ribu per meter kubik.
PAM Jaya sebagai representasi negara dalam pemenuhan hak asasi manusia atas air dan sanitasi telah terjebak dalam 25 tahun kontrak privatisasi sejak tahun 1997 lalu. "Lebih dari 40 persen rumah warga Jakarta tidak memiliki sambungan air perpipaan. PAM Jaya terjebak kontrak privatisasi selama 25 tahun sejak 1997," tegas Ketua LBH Jakarta, Nurkholis Hidayat dalam pernyataan sikapnya, Minggu (29/4/2012).
Dijelaskannya, akibat kontrak tersebut hingga akhir tahun 2010 PAM Jaya menanggung akumulasi kerugian mencapai 1,3 triliun. Sementara ekuitas perusahaan menjadi minus Rp 985,72 miliar. Di samping itu aset Perusahaan Air Minum (PAM) juga mengalami penurunan yang sangat signifikan, karena sebelum melakukan kerjasama dengan pihak swasta tercatat aset PAM mencapai Rp 1,49 triliun. Namun setelah melakukan kerjasama sejak tahun 1997, aset PAM saat diadit pada tahun 2007 lalu turun menjadi sekitar Rp 204,46 miliar.
Semestinya, tambah Nurkholis, sebagai public goods negara diwajibkan menjaga air demi terpenuhinya akses setiap warga negara terhadap kebutuhan umum masyarakat. Hal ini sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, dimana disebutkan tujuan berbangsa dan bernegara adalah untuk mencapai kesejahteraan umum. 'Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat'.
Selain itu juga Pasal 1 ayat (2) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sebagaimana diratifikasi UU Nomor 11 Tahun 2005, jo Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 dan Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Yakni bahwa air harus dikelola dan ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
sumber : INILAH.COM,
